Melukis Pelangi di Lembaran Lensa Fisis




     Hmhmhm nafas yang tersendat-sendat karena menahan tangis. Isak tangis seorang remaja putri pecah,memecah kesunyian ruang ini. Dia tak lagi kuasa menahan tangisnya, genangan air mata yang tidak terbendung lagi,akhirnya menetes,air mata yang menganak sungai, membasahi pipi manisnya. Hanya air mata inilah yang dapat bicara. Ya...dia hanya dapat tertunduk terdiam. Terungkap sudah memori yang ku pendam selama ini yang membawa ku terbang bak merpati,menuju kejadian yang pernah ku alami.

     Suasana kampus satu sebrang jalan ITC itu mendadak sepi. Jarum jam menunjukkan pukul 21.45 malam. Malam ini, malam yang panjang untuk ku lalui, mungkin dengan suasana seperti ini yang dapat menenangkan hati, perasaan dan pikiranku. Lelah,letih,kantuk yang ku rasakan,setelah serangkaian kejadian yang ku alami dari pagi buta hingga malam datang menyapa.Tepat pukul 22.10 malamlah aku dapat meninggalkan tempat dimana aku gantungkan harapan dan cita cita. Melewati  jalan kapas inilah ku telusuri hirup pikuk suasana malam penuh teka teki. Jalan hitam,bangunan demi bangunan, makam tua yang terletak disebarang jalan pun tak luput dari pemandangan kota. Sesampai ku digubuk tercinta taruh sepeda bermesin ini dan ku hempaskan tubuh ini pada kasur,seakan beban yang ku sangga sirna sudah. Terhapus oleh wajah sepuh kedua orang tuaku yang tengah tertidur.

     Oh.... iya, kenalin nama ku Nadia nur azizah. Aku anak ketiga dari empat bersaudara,usiaku beranjak 20 tahun. Yah... di kota ini lah aku terlahir dan dibesarkan. Hingga saat ini aku begitu sangat menyesalkan atas apa yang telah ku ambil. Pagi untuk kuliah sepulang kuliah aku ke bascment HIMAFI, kadang sepulang sekolah langsung ke posko KSR, tak lupa ku luangkan waktu untuk mengurus LSM yang telah ku ambil. Aku adalah salah satu mahasiswi yang beruntung dapat masuk di kampus ini dengan program engan prodi S1 pendidikan fisika UAD. Saat ini aku menginjak semester 2. Semua ku lalui tidak semudah membalik telapak tangan. Sempat aku merasa putus asa,down,bingung, nangis dan entahlah takkan mungkin bisa kujeaskan lewat kata kata. Hanya ada penggal kata yang menguatkan ku. "Nadia kamu harus sukses jangan seperti bapak dan ibu. Apa pun yang terjadi kamu harus pegang teguh niat dan prinsip mu" Itulah yang membuat aku tetap bertahan disini.

     Kriiiing... kriiing... kriiiing... jeritan jam beker ku. Seakan ingin membangunkan ku dari mimpi indah semalam. Suara percikan air,membawa perasaan hanyut bersama aliran air. Ku basuh wajah,sepasang tangan,dan kaki dengan air pagi nan segar. Ku kenakan mukenah dan ku tegakkan perintah Allah sholat malam. Butiran demi butiran kristal air mata menetes membasahi tangan yang mengadah ke atas, bibir munggil ini tak henti-hentinya memohon kepada Nya. Memohon agar hari ku indah, bagaikan pelangi yang muncul setelah badai reda. Tak henti hentinya kristalan dan ocehan bibir ini memohon Sang Pencipta, memohon dengan sangat rendah hati dan aku merasa begitu tak berdaya, hina, memohon ampunan atas apa yang selama ini kulakukan hingga melupakan urusan akhiratku, terbuai dengan urusan duniawiku. Ku siapkan diri untuk memulai pagi dengan senyum yang menghiasi wajah. Mentari pagi mulai terlihat dari balik megahnya gedung-gedung bertingkat dan kokohnya bangunan pencakar langit di kota ini. Ku telusuri kota budaya dengan berteman sepeda motor setia yang mendampingi kemana pun aku pergi. Sepasang roda yang merangkak menuntun ku sampai ke tempat yang tak asing lagi bagi ku. Tempat dimana aku harus mencari ilmu. Rorong lorong kelas hanya terbatas dengan pintu kaca tengah menyambut kedatanganku.

            “ Kapan kita bukber?” Celetuk salah satu teman terbaikku (Anggun)

            “ Besuk tanggal 3 aja gimana?” Sahut dyah menyambar secepat kilat.

            “ Kalian mau bukber? Dimana? Ya…. Kalau tanggal segitu aku ngga bisa ikut.” Sahutku lemas tak berdaya.

            “ Kenapa? Jangan bilang urusan organisasimu yang segunung itu?”Sahut Zahra

            “ Hehehe…bisa jadi.” Aku hanya membalasnya dengan senyum mungil.

            “ Aaahhh nggak asik…Kamu sibuk dengan kegiatan kegiatanmu dari dulu udah tak bilangin jangan banyak banyak kegiatan. Sekarang apa coba? Kamu makan aja sekarang susah, hampir nggak ada waktu buat makan kan?”sahut fandy

                Aku hanya bisa terdiam mendengar ocehan mereka satu persatu.

            “ Dah males kalau kaya gini ceritanya. Dah jangan sok peduli lagi sama dia. Biarin dia mikir sendiri, kita nggak perlu ngasih pendapat lagi ke dia. Toh dia udah dewasa udah tau mana yang terbaik. Kalau emang dia merasa nggak perlu sama kita yaudah silahkan sibuk dengan kegiatannya, jangan ingetin dia buat makan juga. Biarin.” Omelan fandy terdengar begitu menusuk di telinga ku.



            Terdiam membungkam aku dibuatnya,salahku, resikoku, tanggungjawabku. Aku yang termenung, tanpa terasa mata ini sembab dan hampir menetes, namun seketika ku usap dan berharap agar tidak ada yang melihat dan merasakannya. Kulangkahkan kakiku pergi dari hadapan mereka, belum sampai disitu saja, bukannya selesai kuliah pulang aku harus pergi ke bascment HIMAFI yang terletak di kampus 3 untuk melaksanakan kegiatan yang dipercayakan ku dibulan ini. Tepat pukul 17.00 aku harus pergi ke posko KSR yang terletak di kampus 1 untuk menjalankan proker yang dipercayakan kepada ku. Itu baru sehari lsm belum tersentuh, desa binaan belum ku sanjangi, rktl belum terlaksana, persiapan panitia ospek belum ada, makrab maba apa kabar, proposal, lpj, acara, ksk, invitasi entah kapan dan setupuk lagi kegiatan yang tak ingin ku tinggalkan.



            Bulan demi bulan telah terlewati bukannya kegiatan yang harus ku tanggung berkurang namun justru sebaliknya. Kegiatan itu semakin mengunung dan semakin padat. Hampir tiap hari ku pulang malam paling sore pulang pukul 20.00 wib. Lelah letih kantuk tak lagi terasa. Makanpun tak lagi ku pedulikan, jujur lelah pikiran lelah hati,lelah perasaan, semua berbaur menjadi satu, ingin ku menangis namun hanya terdiam tak kuasa air mata ini meneteskan embunnya. Hati yang tek kuasa hanya bisa diam memilih memendam rasa dan berharap seonggok hati mampu menahan.
              sekian lama sekian tahun ku lalui hari hari dengan pelan tapi pasti aku hanya berfikir mengepa harus menyesali ketika aku bias menyukuri? semua mainset ku rubah demi menuju ke arah baik, dan benar saja tanpa perlu waktu lama aku sedikit demi sedikit ku mulai merasakannya. teman teman yang selalu mendukungku dengan bawelnya dan dengan rangkulannya selalu merangkulku dengan penuh kehangatan dan dengan penuh suka cita. 

                                Bersambung…..




Komentar

Postingan populer dari blog ini

resensi buku tereliye berjuta rasanya

Peran Fisika dalam Pendidikan

hikayat malin demen + unsur intrinsik//tugas anak sekolah